Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2022

KEMATIAN PENYAIR.

PERMAINAN MENYEMBUNYIKAN JARI TANGAN. Hoi, penyair hitam, larilah sejauh mungkin kalau bisa ke ujung dunia sekalipun lalu sembunyikan itu jari manusia, yang telah berubah menjadi tulang belulang, mengenang suara mesin tik di tengah gemuruh hujan, dan memenjarakan waktu yang enggan 'tuk melaju. Kisahmu akan lenyap bersama keheningan, bersama tembang sekar, tembang gulana. Ada luka, ada dendam. Berkaca-kaca ketika bibir dibungkam menjahit. Sebab Sang Penyair Hitam abadi seperti puisi. Bisikan-bisikan iblis menggerogoti isi hati, menghantam jiwa-jiwa manusia yang kelimpungan dalam kekalutan. Mereka yang berjarak mati dengan kita, pernah terbang tinggi mengucur luka sebelum kering dan berguguran. Kemudian kita lempar sebuah tanya untuk dirundingkan bersama. Apa yang lebih menipu dibanding sajak berima yang disempal bahala di dalamnya? — Ini mulut, Dik. Ada rongga yang bisa mengucurkan kata, ada rongga yang bisa menjulurkan dusta. Ini mulut, Dik. Kelancungan membius mata, kebohongan men...

BATU MATI PUN HIDUP: PART 2.

BATU MATI DI TANAH HIDUP. Ini ... untuk aku yang sudah luruh-runtuh. Yang hidup itu mati Yang mati itu hidup Tercekik, terbelit akar-akar padi Terbalut, membiarkan ditiup-tiup ruh Yang hidup itu mati Yang mati itu hidup — Kala itu Wisang kecil pulang dengan mendekap sebuah piala, serta harsa yang menyelimuti seluruh hatinya. Tungkai kecilnya melangkah dengan cepat, mencari-cari keberadaan sang papa. Sang papa pasti sedang berkutat dengan lembar-lembar dokumen penting di ruang kerjanya. Wisang kecil tak sabar untuk segera menunjukkan piala yang ia bawa, sang papa pasti akan sangat bangga. "Papa! Wisang dapat juara satu!" pekiknya saat menemukan eksistensi sang papa yang sedak sibuk mengerjakan pekerjaannya. Namun sang papa 'tak menggubris, seolah eksistensi Wisang kecil itu hanya ilusi semata. Tapi bukan Wisang namanya jika gampang menyerah, ia tetap berusaha untuk menarik perhatian sang papa.  Wisang kecil duduk di sebelah sang papa, tangan mungilnya berusaha meletakkan...

PENGELANA FANA: PART 1.

SELAMAT DATANG PENGEMBARA dua dimensi. Satunya penemu gerbang batas dua dunia, dan satunya lagi terjebak dalam memori tak beraturan. Yaitu, Bening Oetari dan Tan Sjahrir. Sudahkah merdeka kalian? Sudahkah bertaubat kalian? Sudahkah menyesal kalian?  SUARGALOKA katanya komplotan orang pembohong, penipu, pendosa, pembunuh, tak memiliki hati. SUARGALOKA katanya lingkup pertemanan yang manusianya setengah setan. SUARGALOKA katanya kumpulan orang-orang biadab. Lantas, beritahu aku kawan, bagaimana caranya menebus kesalahan akibat terlena akan nikmat eufori candu duniawi. — "Akhirnya kamu datang juga." Aku yang tak kuasa menahan beban rasa, mendengar kalimat itu sayup-sayup menghilang, ia membawaku ke dalam pelukannya, seolah ada tangis haru yang disembunyi tetapi aku tak membuka mata walau sedetik, bukan aku tak mau, aku tak mampu. Kepala ini bertumpu pada bahunya, lalu setelah itu aku kehilangan kesadaran. Kelak dialah yang akan kupanggil Si Lentera, ia menuntunku ke tempat yang...

PENGABDIAN SETIA.

MENGABDI JANJI SETIA adalah bertumpah-darah ia bersumpah akan abadi di tanah hitam itu. Desa terkutuk, Bumi yang Tarung. Rakyatnya lebih parah. Semoga miliki kesejahteraan selalu. — Sunyi senyap lagi sepi tanpa adanya gelak tawa apalagi bahagia adalah pengaturan semesta untuknya, Ali Si Telinga Bising.  Sedari kecil, sifatnya yang pemalu jadi penghalang. Diam membungkam segala bentuk pinta jalinan pertemanan, latar belakang yang Ia miliki pun jadi kendala. Terlanjur merasa rendah diri.  Bohong jika Ali katakan Ia 'tak ingin punya banyak teman. Manusia mana yang 'tak pernah mendamba seseorang disisi? Tak ada. Jauh di kedalaman 'keinginan' itu pasti selalu ada, begitu jua Ali rasakan. Namun, terbiasa di hujam sepi kembali buatnya merasa 'tak perlu 'tuk jalin hal rumit seperti pertemanan. Baginya semua sama saja, dengan ada atau tiadanya seorang teman. Hidupnya selalu dan selalu dilanda keheningan. Hingga suatu ketika, hadirnya seseorang yang 'tak disangka-san...

PETANDANG AWANGAN.

SUARGALOKA 'TAK LEBIH dari petandang awangan. Mereka merengkuh segara berbalut doa dan harap. Sebab di tanah desa pendosa ini, 'tak satupun lenggas dari cela. Dan bagi mereka-mereka, muda-mudi pemilik durja aftab, abadilah kalian di neraka, lalu mati dan jera sendirinya. — Memikirkan pada tujuan utama ihwal apakah mereka ke Desa Bumi Tarung. Membuat Wisang kembali berpikir lagi sekali-kali, sudahkah mereka menyelesaikan dengan baik tugas dan program kerja? Atau mungkin masih perlu pengoreksian. Mereka tak pernah tahu. Sebab ditiadakannya aktivitas evaluasi proker mereka. Sampai pada titik ini, di mana tepat setelah Wisang membaca buku bertajuk Derajat Bumi Tarung—ia menyadari satu hal. Atas kejanggalan-kejanggalan yang selama ini tak pernah ia pikirkan kembali, tidak jua disadari lagi, pun tiada menyelesaikan sama sekali. Semua itu mengambang di tengah air lautan tenang sedang masalah itu terapung semacam batu yang terkena arus air laut—arus air laut adalah penjelmaan dari dos...